Ekonomi

OJK Yakin Bunga Deposito dan Kredit Perbankan Tak Terpengaruh Bunga Acuan


Komisioner OJK Wimboh Santoso / photo by finansial.bisnis.com
MATATELINGA, Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meyakini bunga deposito dan kredit perbankan tak akan langsung meningkat jika Bank Indonesia (BI) benar-benar mengerek suku bunga acuan (7 Days Reverse Repo/7DRRR).

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan hal ini terjadi lantaran kondisi likuiditas bank yang masih mencukupi. Dengan begitu, kenaikan suku bunga acuan BI yang biasanya langsung direspons oleh bank dengan mengerek dua bunga itu, tak serta merta terjadi pada kondisi saat ini.

"Tidak, suku bunga ini belum ada tanda-tanda akan dinaikkan. Likuiditas kan cukup banyak, cukup ample, jadi tidak mesti otomatis direspons dengan kenaikan suku bunga," ujar dia di Direktorat Jenderal Pajak Pusat, Jumat malam (11/5).

Selain faktor likuiditas, Wimboh juga melihat bahwa kenaikan suku bunga deposito dan kredit tak serta merta akan naik lantaran pada kondisi saat ini, di tengah kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve, belum ada penyesuaian tingkat suku bunga yang dilakukan oleh bank.

"Dengan The Fed naikkan saja, ada bank yang juga [suku bunga] depositonya yang negotiate. Tapi dalam kondisi sekarang ini secara umum masih normal," katanya.

Sebelumnya, BI juga mengaku tak khawatir dengan potensi kenaikan suku bunga deposito dan kredit perbankan jika memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuannya. Hal ini karena penurunan suku bunga acuan yang telah dilakukan BI sejak 2015 hingga terakhir di 2017 sebanyak 200 basis poin (bps) tidak serta merta diikuti oleh bank.

"Betul [ada potensi naik], tapi kami sudah turunkan 200 bps, toh bunga kredit tidak turun mengikuti 7DRRR. Jadi kalau naik, juga belum tentu mengikuti kenaikan itu," ucap Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto.

Selain itu, menurut Erwin, ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi suku bunga deposito dan kredit, di antaranya kondisi keuangan bank dan tren permintaan (demand) kredit masyarakat.

Ia menegaskan bahwa perbankan saat ini berada dalam kondisi yang sangat sehat. Salah satunya, terlihat dari rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) yang terbilang tinggi dan berada di kisaran 22-23 persen.

"Ketahanan perbankan dalam negeri itu luar biasa. Dari sisi RoA, RoE, CAR tinggi. Sedangkan NPL rendah, masih di batas bawah. Jadi jangan dibuat susah," katanya.

Sedangkan dari sisi permintaan kredit, Erwin melihat, permintaan kredit yang masih lemah akan berpengaruh pada keputusan bank dalam suku bunga kredit. Kendati demikian, ia menilai permintaan kredit bakal mulai meningkat di tahun ini seiring membaiknya roda ekonomi.

"Ini yang menunjukkan bahwa ekonomi dalam negeri sudah menunjukkan perbaikan," katanya.

Sementara itu, ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM) A. Tony Prasetiantono melihat kenaikan suku bunga acuan BI nanti memang perlu ditanggapi bank dengan turut mengerek suku bunga deposito. Hal ini agar pemilik dana besar di bank tidak tergoda untuk memindahkan depositonya ke tempat lain, misalnya untuk membeli valuta asing (valas).

Namun, suku bunga kredit tidak dinaikkan dengan cepat. Pasalnya, pertumbuhan kredit masih belum tinggi. Tercatat, hingga Maret 2018 berada di angka 8,54 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Angka ini memang masih jauh bila melihat target pertumbuhan kredit berdasarkan Rencana Bisnis Bank (RBB) sebesar 12,23 persen.

"Saya pikir tidak elastis. Permintaan kredit lemah, sehingga bank tidak perlu menaikkan suku bunga kredit," pungkasnya. (lav/arh)

Penulis
: Fidel W
Editor
: Fidel W
Sumber
: cnn
Tag:bunga acuandepositolikuiditasOjkperbankan

Situs ini menggunakan cookies. Untuk meningkatkan pengalaman Anda saat mengunjungi situs ini mohon Anda setujui penggunaan cookies pada situs ini.