Berita Sumut

78 Kasus HIV di Sumut Ditemui pada Anak

Administrator
Matatelinga/Amel
MATATELINGA, Medan: Data yang dihimpun Dinas Kesehatan Sumatera Utara (Sumut), dari 2.473 kasus HIV yang ditemukan di Sumut sejak Januari hingga Desember 2019, sekitar 78 kasusnya ditemukan pada anak.


Kasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Sumut, dr Yulia Maryani MKes menuturkan melihat grafik jumlah kasus HIV positif yang ditemukan di layanan konseling, dan tes HIV Provinsi Sumut periode Januari - Desember 2019, kasus terbesar memang masing dalam rentang usia 25 - 49 tahun dengan jumlah 1.854 kasus. Disusul usia 20 - 24 tahun dengan jumlah 368 kasus, 183 kasus dengan usia diatas 50 tahun, 30 kasus pada bayi usia 0 - 4 tahun, 22 kasus pada usia 15 - 19 tahun, dan 16 kasus pada usia 5 - 14 tahun. "Jadi sekitar 78 kasus merupakan anak, bahkan ada 30 kasus balita," katanya dalam bincang-bincang dengan anggota Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Sumut di Graha XL Medan, Kamis (22/1/2020) petang.





Kemudian, lanjutnya, dari 2.473 kasus HIV yang ditemukan, sebanyak 74 persen merupakan laki-laki, dengan jumlah 1.836 orang dan 26 persen perempuan, dengan jumlah 673 orang. 


"Insiden penularan HIV ke balita ini harusnya bisa ditekan lagi, jika ibu hamil mengetahui status HIV dan melakukan pencegahan," terang dia.


Kata Yulia, dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 52 Tahun 2017 tentang eliminasi penularan HIV, sifilis, Hepatitis B dari ibu ke anak, sudah dimuat langkah penanganan. 

"Yaitu deteksi dini dengan melakukan tes. Saat hasil tes terbukti positif, langkah pencegahan penularan dapat dilakukan," tuturnya.


Sementara, aktivis Media Watch, Syaiful Harahap mengatakan insiden infeksi baru HIV/AIDS kepada seorang ibu dan anak masih terus terjadi. Hal ini diyakini karena suami yang tertular melalui hubungan seksual dengan Pekerja Seks Komersial (PSK). 





Selain itu, tidak ada kewajiban bagi laki-laki untuk memeriksakan diri, selama ini penanganan oleh pemerintah pun terfokus hanya untuk wanita.


"Pemeriksaan pada laki-laki dewasa itu penting. Selama ini yang diperiksa hanya perempuan saja, PSK, atau ibu hamil. Padahal laki-laki yang mendatangi PSK. Bayangkan satu PSK bisa melayani lima laki-laki per hari. Lima laki-laki itu berisiko, atau tiga diantaranya tertular kemudian bisa ditularkan pada istri, terus menular ke anaknya," ungkapnya.


Insiden infeksi HIV seorang istri yang tertular dari suaminya dan bayi tertular dari ibunya, ini yang harus ditekan dalam menekan mata rantai penularan HIV. "Kalau menghentikan jelas tidak mungkin," ujar pemerhati HIV/AIDS ini.




Untuk itu, nasib istri dan anak ada pada suaminya, sehingga bagi para suami yang ingin 'main' di luar harus menggunakan pengaman kondom.


Kata Syaiful, PSK langsung di lokalisir bisa diintervensi dengan program wajib kondom bagi laki-laki. "Masalahnya yang susah dijangkau ini, PSK tidak langsung misalnya di bar, kafe atau online," katanya.


Untuk hal ini, maka Pemerintah harus didorong untuk membuat regulasi Undang Undang, agar suami istri melakukan konseling HIV. Untuk yang melakukan perilaku berisiko diminta untuk tes HIV. 


Selain itu, Tim Inisiatif Petugas Kesehatan & Konseling (TIPK) harusnya meminta kepada Orang dengan HIV/AIDS (Odha) untuk berjanji untuk menghentikan penularan mulai dari dirinya.  (mtc/amel)

Penulis
: Mtc/Amel
Editor
: Amrizal

Situs ini menggunakan cookies. Untuk meningkatkan pengalaman Anda saat mengunjungi situs ini mohon Anda setujui penggunaan cookies pada situs ini.